Kamis, 17 Mei 2012

Masih Adakah Demokrasi Pancasila di Indonesia ???

Mengutip dari buku John Harris, Kristian Stoke, Olle Tornquist yang berjudul  politisasi demokrasi, bahwasanya Pada tahun 1999, Indonesia menjadi negara demokrasi ke tiga terbesar di dunia. Jika bisa distabilkan dan dikembangkan, hal ini akan merupakan sebuah kemenangan yang bersejarah, bahkan nilai pentingnya akan melampui batas negara itu sendiri. Sebaliknya, jika merosot dan sejelek-jeleknya runtuh, hal ini akan menjadi kegagalan yang keempat kalinya. Pertama kalinya adalah pada 1959 yaitu saat dilakukannya pemasungan parlemen demokratik yang mengakar pada gerakan liberal, disusul pada 1965 setelah terjadinya pemusnahan gerakan massa secara politis yang diikuti institusionalisasi kekerasan politik, disusul lagi pada 1971 yang merupakan kegagalan usaha untuk meliberalisasi rejim Orde Baru.

Berbicara tentang demokrasi adalah tidak terlepas nilai-nilai keadilan dan politik serta moralitas kepemimpinan menjadi kunci demokrasi berjalan secara harfiahnya. Sebelum terlalu jauh menjabarkan demokrasi pancasila, terlebih dahulu saya mengajak memahami apa itu demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos dan cratein yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti rakyat dan kekuasan. Yang titik fokusnya adalah sebuah kepemimpinan yang mensejahterkan rakyat yang bertujuan untuk rakyat dan memerdekakan rakyat.Lalu apa korelasinya demokrasi dan pancasila itu sendiri. 

Di Indonesia, Pancasila sebagai landasan tertinggi Negara  merupakan wujud dari keinginan rakyat Indonesia yang dirumuskan oleh founding father republik Indonesia yaitu Bung Karno. Pancasila dari setiap butirnya adalah kesejahteraan rakyat segala sesuatu nya untuk rakyat, yang semua itu diwujudkan dengan kalimat-kalimat ajaib yang tercantum dalam lima sila tersebut.

Demokrasi, kalau kita melihat dari maksud dan tujuannya adalah keseimbangan sosial masyarakat, tidak adanya penghambatan untuk rakyat, tidak adanya larangan untuk rakyat yang kemudian membentuk karakter rakyat menjadi bungkam dan penurut.

Sejarah mencatat, bahwasanya rakyat Indonesia pernah menjadi kaum penurut pada masa orde baru, karena kediktatoran pemerintah pada masa itu, demokrasi mejadi gelap, setiap masyarakat yang mencoba untuk melakukan adanya perubahan selalu hilang dalam kegelapan malam. 

Keegoan pemimpin ketika itu mendesak kalangan intelektual dan masyarakat untuk harus melakukan adanya perubahan atau revolusi di negeri ini. Pada tahun 1998 gerakan massal mencuat yang menuntut dilengserkannya penguasa rezim ketika itu, pada tahun itu juga berawal demokrasi yang diinginkan rakyat, kebebasan berbicara ,kebebasan berkarya yang akhirnnya menjadi milik rakyat, dan itu juga yang diharapkan oleh rakyat untuk menjadi simbol dari kemenangan rakyat dan  seterusnya.

Di Indonesia reformasi merpakan tapakan baru untuk memulai negara yang baru, runtuhnya kediktatoran pada masa orde baru merupakan kemenangan gerakan massa untuk mewujudkan reformasi itu sendiri. Demokrasi pun lahir di negeri ini, tahap demi tahap demokrasi di angkat keatas, strata sosial pun mulai dihapuskan sedikit demi sedikit, kaum-kaum feodal pun sedikit demi sedikit mulai di kesampingkan, walaupun hal itu tidak mendapatkan hasil yang maksimal. 

Karena dengan adanya kaum borjuis dan feodal membuat rakyat yang miskin mejadi kaum kelas kedua, yang menjadi anggapan bahwasanya mereka yang kaum kedua tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan, tidak boleh mendapatkan kesehatan yang layak seperti mereka-mereka kelas satu, mereka yang kelas kedua menjadi bahan pinggiran yang sehingga membuat masyarakat kelas dua mejadi bodoh yang akirnya melahirkan preman- preman dan pemulung yang membuat negeri nampak kotor dan terkesan kumuh.
    
Sekarang negeri ini sudah memasuki masa reformasi 12 tahun, banyak sudah pengalaman negeri ini yang menjadi nasehat, kegagalan pun menjadi pelajaran untuk negeri ini. Namun, semua itu hanya menjadi mimpi untuk mereka yang menduduki parlemen baik di pusat ataupun di daerah. Seharusnya, kegagalan yang mereka lakukan menjadi pelajaran untuk kedepan, kebodohan yang di buat oleh para pejabat legislative terulang dan terus terulang dan terus untuk kesekian kali terulang, undang-undang yang seharusnya menjadi milik rakyat secara utuh malah terjadi sebaliknya yaitu menjadi undang-undang titipan luar negeri atau titipan undang-undang Negara kapitalis. 

Padahal, kita ketahui bersama, siapapun dan dari manapun anak negeri ini tahu, bahwasana negeri ini kaya, dan sangat kaya, alam seperti surga dunia, laut seperti sungai dalam surga, tapi! Apa yang terjadi? Kemerosotan moral para pejabat negeri ini menjadi lebih parah, segala sesuatu yang ada di negeri ini menjadi milik mereka yang di luar sana, undang-undang tentang perairan mejadi barang titipan, undang-undang tentang kehutanan juga sama, seharusnya dalam teori alam, siapa yang terdekat dengan sumber daya alam, merekalah yang harus diutamakan untuk mendapatkan hasil dari alam tersebut. Namun, pada tataran realita malah menjadi terbalik, mereka yang paling dekat dengan alam tidak mendapatkan apa-apa, malahan harus membeli dari alam mereka sendiri, realita yang sangat miris terjadi di negeri ini.
    
Pancasila sebagai landasan tertinggi negara yang juga sebagai payung hukum tertinggi yang menjadi sistem nilai atau ideology yang menghasilklan sebuah jiwa atau roh hukum nasional republik Indonesia. Sebagai roh atau jiwa tentunya pancasila menjadi guru tertinggi atau pusat untuk membawa Negara ini menjadi negara yang sangat demokrasi di bumi ini, keadilan yang tercantum dalam silanya tersebut mengajarkan bahwasanya setiap manusia yang hidup di negeri ini harus mendapatkan kesetaraan hak di mata hukum, dan itu juga merupakan salah satu demokrasi yang di kehendaki oleh pancasila.

Namun, realita yang terjadi sangat jauh dari keinginan pancasila, keadilan yang sesungguhnya tidak terjadi, sekalipun keadilan yang sesungguhnya itu ada pada Tuhan Yang Maha Esa, tapi setidak-tidaknya setiap warga negara yang ada di Negara mendapatkan keadilan yang setara tidak adanya perbedaan baik dimata hukum ataupun dimata negara. Padahal Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia mengajarkan setiap warga negara mendapatkan hak yang sama di depan hukum.
    
Dalam setiap butir pancasila juga mengajarkan tentang kerohanian, yang artinya demokrasi itu akan terwujud bila rohani warganya aman dan tidak ada yang mengganggu, didalam sila-sila tersebut terkandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis dan baik. Nilai-nilai materil, nilai vital, nila-nilai kebenaran/kenyataan, nilai aesthetis, nilai ethis baik moral maupun religious, artinya dengan keberagaman agama yang ada di negara Indonesia ini yang tercantun dalam sila kesatu pancasila merupakan wujud demokrasi yang lahir di negeri ini, setiap warga Negara Indonesia berhak memeluk agama sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini.

Kalau dilihat dari segi causalitas bahwasanya pancasila merangkum seluruh rakyat Indonesia dalam satu batang tubuh yaitu batang tubuh pancasila, dirangkum seluruh rakyat Indonesia dalam perbedaaan, kebiasaan,  dan agama yang ada di bangsa Indonesia. Demikian juga halnya pancasila di lihat daei teori causa formalis, penjelasan yang lahir dari arti pancasila tercantum dalam pembukaan Undang-undang dasar Negara republic Indonesia.
    
Dalam teori causali yang dilihat dalam kontek pancasila sangat jelas, pancasil memberikan pelajaran tentang hidup dalm kebersamaan, demkrasi yang diajarakn sangat kental untuk kepentingan rakya, dalma hal ini, pancasila mengajarkan sebesar-besarnya demokrasi kepada seluruh rakyat Indonesia, siapapun, dan dimanapun di belahan bumi Indonesia ini, bahwasanya yang merasakan efek langsung dari demokrasi adala rakyat, apabila demokrasi tersebut di potong atau dihambat oleh para oknum aparatur Negara, maka larilah dari inti tentang demokrasi yang diajarkan pancasila.

Dalam era reformasi sekarang ini, harapan rakyat sangat tergantung pada kebijakan pemerintah, demokrasi yang diharapkan adalah betul-betul demokrasi yang diajarkan oleh pancasila, kesamarataan pada seluruh rakyat, tidak ada perbedaan didepan hokum dan dimata pemerintah, sekalipun pada realitanya masih sangat jauh. 

Dalam sila kelima dijelasakan bahwasanya tiap-tiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama secara propporsional untuk menerima perlakuan dan dan bagian manfaat dalam kehidupan bernegara dan bermasayarakat.

Demokrasi merupakan milik rakyat terutama negara yang menerapkan system demokrasi seperti di negara kita ini, segala sesuat bertujuan untuk kepentigan rakyat, kebijakan yang diambil untuk menguntungkan rakyat, undang-undang yang dproduk untuk rakyat, dan negara yang ada saat ini adalah milik rakyat, karean pancasila mengajarkan demikian, sesuai dengan sila ke empat yang menjelaskan bahwasanya kekuasaan tertinggi adalah rakyat dan rakyat juga berhak untuk menentukan hokum nasional yang dipandang terbaik bagi bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar