Saya melihat bahwa ada banyak lulusan PT yang hanya
bekerja dengan gaji kurang layak, bekerja beda jurusan, dan mungkin
paling buruk, bisa saja bekerja serabutan. Di mana pentingnya pendidikan
tinggi?
Pertama, akan dibahas tentang tujuan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi tak pelak lagi menjadi salah satu pintu utama untuk dapat memahami jurusan yang dipilih secara mendalam. Namun, menurut saya, inti dari pendidikan bukan hanya sebagai media untuk berbagi ilmu, melainkan lebih untuk memuliakan manusia. Manusia diharapkan lebih bisa menonjolkan sisi humanisnya bagi sesama. Jadi, tujuan pendidikan tinggi sudah jelas bukan hanya ilmu.
Dengan kemajuan zaman, manusia harus bisa terbuka pada berbagai informasi, sekaligus pula dapat menyaringnya secara logis. Dalam pendidikan tinggi yang ideal, sikap berpikiran terbuka dan logis sangat dikembangkan, bukan hanya berurusan dengan plagiator, yang jelas-jelas tindakannya tidak logis. Tujuan utama pendidikan tinggi cukup jelas tampak bahwa kemampuan berpikir logis dan berpikiran terbuka lebih penting daripada ilmu. Lebih baik bisa memahami kondisi masyarakat melalui berita, daripada menjadi klien dukun, tak peduli sebanyak apapun ilmunya.
Sekarang, baru perlu atau tidak perlunya pendidikan tinggi dibahas. Apabila pendidikan tinggi bukan harga mati, harusnya ada pekerjaan untuk lulusan pendidikan menengah yang memadai. Apa faktanya? Lowongan kerja umumnya mensyaratkan pendidikan tinggi, walau hanya D1, sebagai kewajiban. Bila pendidikan tinggi menjadi harga mati, sudah jelas bahwa saat ini masih belum memungkinkan. Kenapa? Macam-macam. Ada surat edaran Dirjen Dikti, yang secara implisit membatasi jumlah lulusan, walaupun mungkin masih bisa diakali. Ada juga keterbatasan kuota, walau juga bisa diatasi. Kurang? Tambahkan plagiarisme, yang sudah jelas membuat pendidikan tinggi tak bermanfaat lagi. Kalau begitu, masih dalam kondisi mengambang? Tergantung dari sisi mana hal tersebut dilihat. Kalau dari kedua kontradiksi dari kedua pihak, sudah jelas ya. Dari sisi pekerjaan, lebih condong menjadikan pendidikan tinggi sebagai harga mati. Dari sisi pendidikan dan kenyataan di kampus, sudah jelas menolak mentah-mentah gagasan tersebut.
Saran? Tambahkan pekerjaan bagi lulusan pendidikan menengah, umum atau kejuruan. Mereka sudah cukup mahir melakukan berbagai kemampuan bisnis dan administrasi dasar, seperti pengolah kata dan statistika dasar. Berapa lama? Bisa jadi selamanya, atau paling tidak, bukan dalam waktu sebentar. Dalam masa itu, persiapan PT bisa segera dilakukan, untuk mencetak lulusan berkualitas tinggi, sesuai harapan masyarakat. Setelah itu? Jadikan pendidikan tinggi sebagai preferensi, bukan harga mati. Kalau semua jadi pekerja di kantor, yang bermodal ijazah pendidikan tinggi, siapa yang membersihkan halaman? Lulusan pendidikan menengah saja. Mereka juga sudah tahu cara-cara bertahan hidup, baik dengan pengalaman atau teori.
Pertama, akan dibahas tentang tujuan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi tak pelak lagi menjadi salah satu pintu utama untuk dapat memahami jurusan yang dipilih secara mendalam. Namun, menurut saya, inti dari pendidikan bukan hanya sebagai media untuk berbagi ilmu, melainkan lebih untuk memuliakan manusia. Manusia diharapkan lebih bisa menonjolkan sisi humanisnya bagi sesama. Jadi, tujuan pendidikan tinggi sudah jelas bukan hanya ilmu.
Dengan kemajuan zaman, manusia harus bisa terbuka pada berbagai informasi, sekaligus pula dapat menyaringnya secara logis. Dalam pendidikan tinggi yang ideal, sikap berpikiran terbuka dan logis sangat dikembangkan, bukan hanya berurusan dengan plagiator, yang jelas-jelas tindakannya tidak logis. Tujuan utama pendidikan tinggi cukup jelas tampak bahwa kemampuan berpikir logis dan berpikiran terbuka lebih penting daripada ilmu. Lebih baik bisa memahami kondisi masyarakat melalui berita, daripada menjadi klien dukun, tak peduli sebanyak apapun ilmunya.
Sekarang, baru perlu atau tidak perlunya pendidikan tinggi dibahas. Apabila pendidikan tinggi bukan harga mati, harusnya ada pekerjaan untuk lulusan pendidikan menengah yang memadai. Apa faktanya? Lowongan kerja umumnya mensyaratkan pendidikan tinggi, walau hanya D1, sebagai kewajiban. Bila pendidikan tinggi menjadi harga mati, sudah jelas bahwa saat ini masih belum memungkinkan. Kenapa? Macam-macam. Ada surat edaran Dirjen Dikti, yang secara implisit membatasi jumlah lulusan, walaupun mungkin masih bisa diakali. Ada juga keterbatasan kuota, walau juga bisa diatasi. Kurang? Tambahkan plagiarisme, yang sudah jelas membuat pendidikan tinggi tak bermanfaat lagi. Kalau begitu, masih dalam kondisi mengambang? Tergantung dari sisi mana hal tersebut dilihat. Kalau dari kedua kontradiksi dari kedua pihak, sudah jelas ya. Dari sisi pekerjaan, lebih condong menjadikan pendidikan tinggi sebagai harga mati. Dari sisi pendidikan dan kenyataan di kampus, sudah jelas menolak mentah-mentah gagasan tersebut.
Saran? Tambahkan pekerjaan bagi lulusan pendidikan menengah, umum atau kejuruan. Mereka sudah cukup mahir melakukan berbagai kemampuan bisnis dan administrasi dasar, seperti pengolah kata dan statistika dasar. Berapa lama? Bisa jadi selamanya, atau paling tidak, bukan dalam waktu sebentar. Dalam masa itu, persiapan PT bisa segera dilakukan, untuk mencetak lulusan berkualitas tinggi, sesuai harapan masyarakat. Setelah itu? Jadikan pendidikan tinggi sebagai preferensi, bukan harga mati. Kalau semua jadi pekerja di kantor, yang bermodal ijazah pendidikan tinggi, siapa yang membersihkan halaman? Lulusan pendidikan menengah saja. Mereka juga sudah tahu cara-cara bertahan hidup, baik dengan pengalaman atau teori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar